Selasa, 01 September 2009

MENGAKHIRI ISTILAH ATL vs BTL

Ada yang menggelitik saat saya membaca salah satu tugas MarComm Manager dalam sebuah iklan lowongan kerja belum lama ini: "Responsible for strategy on ATL, TTL and BTL campaigns....". Istilah komunikasi ATL (Above the line) dan BTL (Below the line), keduanya sudah umum digunakan di dunia pemasaran dan periklanan. Namun TTL (Through the Line)? Ini jelas istilah baru.
Sebenarnya istilah line (yang berarti garis) dalam ATL dan BTL itu berawal dari kategorisasi dalam neraca keuangan. Kategori pertama berlaku bagi kegiatan pemasaran yang kena komisi biro iklan. Ini dimasukkan dalam cost of sales dan dikurangi sebelum ditentukan gross profit. Kategori kedua untuk kegiatan pemasaran non iklan yang tidak kena komisi. Biayanya dimasukkan dalam biaya operasional dan dikurangi sebelum ditentukan net profit.
Kedua jenis budget tersebut dipisahkan dengan sebuah garis (line). Yang mengandung unsur komisi, ditulis di bagian atas neraca, disebut sebagai Above the line (ATL). Sisanya, dijadikan satu di bawah garis tadi, disebut kelompok Below the line (BTL).
Sudah banyak yang melupakan definisi awal komunikasi ATL vs BTL tersebut. Dalam banyak tulisan, ATL dan BTL dijelaskan perbedaannya.
Saat ini, di mana lansekap media sudah bergeser secara dramatis dengan munculnya media-media baru, terutama yang berbasis teknologi tinggi (Internet dan mobile phone), beda ATL vs BTL semakin kabur. Persoalannya, karakteristik media baru tidak eksklusif lagi. Internet media, karena fiturnya yang sangat kaya (disebut dengan rich media), bisa mencakup target audiens yang luas sekaligus spesifik; mempunyai fasilitas interaksi secara langsung.
Situasi dalam pemasaran modern ini yang mengharuskan Strategic Brand Planner berpikir integrasi dalam desain pesan dan alokasi medianya. Integrasi kegiatan komunikasi secara simultan ini dikenal dengan sebutan Integrated Marketing Communication (IMC).
Jika kita perhatikan di sekitar, memang banyak kegiatan yang tidak bisa dikatakan eksklusif lagi. Ada kegiatan ATL yang mengandung unsur BTL. Atau sebaliknya, BTL yang mengandung unsur ATL.
Contoh ATL dengan BTL adalah iklan sebuah brand di majalah yang sekaligus ditempeli sample produknya. Contoh BTL dengan ATL: kegiatan event di outlet tertentu yang disebarluaskan lewat iklan radio dan sms.
Wilayah abu-abu
Wilayah abu-abu atau grey area itulah yang mendorong timbulnya istilah baru, yaitu Through the line atau TTL. Istilah ini secara harafiah berarti cakupan dari ujung satu ke ujung lainnya. Istilah TTL diperkenalkan untuk menjembatani pihak perusahaan jasa komunikasi periklanan yang ingin membuat gambaran konkret terhadap segmen jasa kreatif komunikasi yang ditawarkannya.
Kerancuan dalam penggunaan istilah ATL dan BTL perlu dijadikan bahan pemikiran ulang. Apakah masih relevan cara kita mendefinisikan kegiatan komunikasi pemasaran dengan pembagian ATL/BTL? Jika kita mengacu pada situasi historis pada saat istilah ATL dan BTL muncul, itu adalah sebuah usaha klasifikasi yang relevan pada saat tersebut.
Biro iklan pada saat itu terfokus pada kegiatan-kegiatan ATL, sehingga dalam klasifikasi bujet unsur komisi jelas masuk dalam ATL saja. Saat ini, sudah terjadi pergeseran yang cukup signifikan dalam percaturan di dunia jasa periklanan/ komunikasi.
Muncul banyak agensi baru yang memosisikan diri sebagai IMC Agency. Dalam konteks ini, sering tidak berlaku lagi komisi. Mereka bahkan menawarkan jasa sebagai strategic partner perusahaan yang komitmennya direalisasikan dalam bentuk fixed retainer cost (biaya jasa tetap tiap bulannya).
Dengan situasi baru seperti sekarang ini, di mana jasa yang ditawarkan oleh biro iklan dan biro pendukung kegiatan komunikasi non-iklan sudah sangat terfragmentasi, penggunaan istilah komunikasi ATL vs BTL menjadi tidak relevan lagi, dan sudah waktunya ditinggalkan.
Adapun istilah baru, TTL, menurut saya tidak akan menjadi solusi untuk memperjelas perbedaan konsep dan prinsip dalam kegiatan komunikasi pemasaran. Mungkin ada baiknya mulai sekarang kita lupakan saja istilah line. Forget the line! It is the end of the line.
Sebagai gantinya, sebaiknya kegiatan komunikasi pemasaran dibagi dari segi tujuan komunikasi itu sendiri. Dalam proses brand building, ada dua tahap penting yang cukup signifikan bedanya yaitu (1) tahap Awareness + Image building dan (2) tahap Interest, Trial dan Loyalty building (yang populer dengan istilah Brand Activation).
Perspektif Strategic Brand Planner dalam menyusun IMC sebaiknya lebih didasari oleh tujuan komunikasi brand. Maka, akan lebih bermakna bila kita mulai menyiapkan sebuah format baru dalam template budgeting pemasaran. Tidak lagi membagi budget komunikasi dengan kategori budget ATL dan BTL, tetapi membagi budget dengan kategori baru yaitu (1) Budget untuk Awareness+Image building, dan (2) Budget untuk Brand Activation. Sekali lagi, Forget about the line!.

Sumber : Amalia E. Maulana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar