
Sekitar 100-an scooter yang parkir berderet itu tampak seperti ornamen yang melengkapi tata ruang sebuah apartemen baru di kawasan Mall Taman Anggrek. Keberadaannya mampu mencuri perhatian pengunjung dalam even launching apartemen tersebut awal Mei 2008. Beberapa tamu ada yang sengaja menghampiri untuk mengamati detil masing-masing motor. Maklum saja kendati tongkrongan setiap scooter nyaris serupa, hampir semua sudah mengalami berbagai modifikasi dengan tambahan asesoris khas Vespa.
Penampilan para pemilik scooter yang tergabung dalam PCI (Piaggio Club Indonesia ) itu pun in line dengan gaya kendaraannya. Dandanan mereka memang tidak seheboh dan "sesangar" penggemar Harley Davidson Club. Saat mendarat rata-rata terbalut jeans biasa (bukan yang robek-robek) sehingga terlihat seperti "orang biasa" juga. Namun begitu, mengenakan jaket kulit, memakai helm gaya penerbang tahun 40-an, plus kacamata gelap, ia menjadi paduan yang sangat stylish dengan scooter yang sudah mengalami sentuhan artistik dan personalize.
"Kami memang disatukan oleh kegemaran terhadap style Vespa," tutur Rahmat Mulya, pendiri serta dedengkot PCI seraya menyebut satu-per satu atribut brand asal Italia yang mulanya memproduksi pesawat terbang itu: iconic, legendaris, klasik, art, historic, bahkan lifestyle fashion. Mix menemui ketua umum PCI tersebut di "Republic Scooter" beberapa minggu setelah event di Mal Taman Anggrek. Sesuai namanya, kafe mungil itu adalah markas informal tempat anggota PCI biasa berkumpul. Pemiliknya pun anggota PCI. Maka tidak mengherankan kalau ruangan di sebelah kafe dijadikan outlet yang menyediakan pernak-pernik asesoris Vespa. Di luar itu mereka juga memiliki sekretariat resmi yang terletak di Jl Fatmawati, menyatu dengan kantor pusat penjualan Piaggio.
Siang itu Memet—begitu panggilan slank Rahmat Mulya—datang dengan atribut komplet sebagai penggemar scooter sejati. Di usianya yang mendekati kepala empat, gaya sportif pria itu makin enak dilihat saat bertengger di atas Vespa type GTV yang dikendarainya. Unik kendati tidak terlalu modis.
Kesamaan seleralah yang nyatanya mampu menyatukan lebih dari 125 orang anggota PCI. Komunitas itu dibentuk pertengahan Juli 2005 beranggotakan pemilik berbagai varian model scooter Piaggio yang diimpor secara CBU seperti Vespa ET, Vespa LX, Vespa PX, vespa Corsa, Vespa GT, Vespa GTV, Piaggio DNA, Piaggio Liberty, Piaggio Fly, Piaggio X9, dan Piaggio MP3 keluaran mulai tahun 1990 sampai sekarang. Usianya pun sangat beragam. Dari anak SMA sampai pensiunan.
Mereka rutin berkumpul dengan scooter kebanggaan masing-masing. Acaranya sekadar makan bubur ayam di Minggu pagi. Dan isi obrolan mereka bisa dipastikan tak jauh-jauh seputar dunia scooter. Mereka antusias bertukar informasi mengenai asesoris motor, apalagi jika ada kabar produk baru segera masuk. Tak jarang pula scooter itu beredar kepemilikan di antara para anggota komunitas. Selain itu mereka memiliki agenda rutin tahunan seperti touring ke berbagai kota, bakti sosial, sampai rally.
Loyalitas dan fanatisme inilah yang dilirik oleh Sun Motor segera setelah ATPM ini mengambil alih distribusi Piaggio dari Dan Motor (grup Danapaint) pada pertengahan 2007. Sejak dua tahun lalu Sun Motor memang menjadi pemegang lisensi Piaggio Build Up (full impor). Sejak saat itu pula ATPM melihat komunitas memiliki potensi tersendiri untuk mendukung strategi bisnis mereka.
Saat mengendarai Vespa (apalagi kalau beramai-ramai) secara otomatis mereka berperan sebagai endorser yang mempromosikan dan lebih mempopulerkan produk. Modifikasi motor yang mereka lakukan juga mampu membuat orang lebih tertarik. Maklum saja sebelum pengambilalihan oleh Sun Motor produk Piaggio Indonesia acapkali kosong selama beberapa tahun. Walhasil, saat ini Sun Motor harus mulai pengenalan dan edisi produk dari awal lagi.
Dalam hal ini para anggota PCI ini bisa menjadi agen word of mouth yang efektif. Tidak hanya terhadap sesama teman (yang sudah menjadi existing customer Piaggio), anggota PCI juga cenderung mempengaruhi orang lain yang belum memakai Vespa untuk mencobanya.
Secara arus kas, Nugroho Tjandrakusuma, Direktur Sun Motor, yang kemudian diangkat sebagai pembina PCI, mengakui anggota PCI memberikan sumbangan yang cukup signifikan terhadap penjualan. Sekadar contoh, dari 40 unit Vespa GTV 250 yang didatangkan Sun Motor tahun lalu, nyaris setengahnya dibeli oleh anggota PCI. Varian ini merupakan replika GT60 yang oleh pabriknya di Italia hanya diproduksi sebanyak 999 buah.
Lantaran permintaan masih mengalir, Piaggio akhirnya mengeluarkan replikanya dan Sun Motor Indonesia mendapat jatah tidak sampai 50 buah. Beberapa bulan lalu Sun kembali mendapat kiriman 6 buah, namun hanya sekejap langsung tandas.
Secara overall, Nugroho memprediksi kontribusi penjualan dari anggota PCI mencapai 10% selama 2007. Memang tidak terlalu besar lantaran jenis produk yang mereka kehendaki biasanya varian-varian yang tidak massal dan lebih stylish dengan kisaran harga Rp 44 juta sampai sekitar Rp 80-an juta. Misalnya LX 150 (Rp 44 juta), GT200L (Rp 59 juta), VXR (Rp 66 juta), GTV250 (Rp 82 juta), bahkan MP3 (scooter roda 3 Rp 110 juta).
Beberapa kali ATPM juga sengaja memasukkan suatu varian berdasarkan permintaan anggota PCI. Lantaran seringnya mereka berkumpul dan intensitas hubungan yang cukup erat dengan pihak ATPM, anggota PCI biasanya memang paling awal mendapat kabar masuknya suatu varian baru dari Piaggio, bahkan untuk Piaggio yang tidak diprioritaskan masuk ke Indonesia.
Saat ini penjualan Piaggio terbesar masih didominasi oleh Fly 125, scooter matic seharga sekitar Rp 24 jutaan. Produk yang menyasar segmen yang lebih masal ini harus diakui mampu menggerakkan pertumbuhan. Sekadar informasi, selama 2007 penjualan scooter Piaggio baru mencapai 360 unit, namun Nugroho optimistis tahun ini mereka bisa menjual sampai 800 unit.
Dibandingkan dengan komunitas motor lain yang dibentuk oleh perusahaan, Nugroho menilai PCI memiliki keunggulan karena terbentuk sendiri dari konsumen. "Yang belong to the club adalah orang yang punya kesamaan hoby dan bisa saja mulainya antar teman yang mungkin rumahnya berdekatan. Makanya kebersamaan mereka lebih erat," ujarnya.
Kondisi ini, masih ujar Nugroho beda dengan club yang di-set up oleh perusahaan. Secara kuantitas, anggota klub organik seperti ini bisa sangat banyak—karena berasal dari konsumen umum. Namun profil membership seperti ini lebih sukar di-set up kebersamaannya. "Jadi tidak serapat kalau tumbuh dari kemauan konsumen sendiri," tambahnya. Begitupun secara reguler, kepada setiap customer yang membeli Piaggio ATPM selalu menawarkan kalau-kalau mereka berminat untuk gabung dengan PCI.
Lalu apa imbal balik kerjasama yang ditawarkan ATPM kepada PCI? Selain menyediakan tempat untuk sekretariat club, Sun Motor juga memberi kompensasi kepada setiap anggota PCI berupa diskon 5% untuk biaya service after sales. Diskon tambahan juga diberikan untuk pembelian setiap unit produk. Selain itu ATPM juga berkomitmen memberikan dukungan dalam setiap event yang diadakan PCI. Untuk event touring misalnya, selain berbentuk dukungan pendanaan dan barang (seperti kaos), ATPM juga selalu menyediakan tim service dan mekanik untuk mengawal perjalanan rombongan. Dana untuk keperluan ini oleh ATPM diambilkan dari budged promosi.
Bentuk kerjasama lain yang saling menguntungkan juga terlihat dari kesertaan PCI dalam event-event pameran yang diadakan oleh ATPM. Contohnya saja dalam pameran Piaggio yang diadakan pertengahan Juni di Pasific Place . Dalam acara itu PCI diberi space khusus untuk memajang produk-produk hasil modifikasi anggota. Bagi PCI kesempatan ini menjadi ajang publikasi kreatifitas club yang menguntungkan. Sebaliknya bagi ATPM, secara public relation kesertaan PCI memberi nilai tambah karena terbantu dengan display motor-motor mereka yang sudah termodivikasi. "Jadi lebih menarik audience kan ," tambah Nugroho.
Penampilan para pemilik scooter yang tergabung dalam PCI (Piaggio Club Indonesia ) itu pun in line dengan gaya kendaraannya. Dandanan mereka memang tidak seheboh dan "sesangar" penggemar Harley Davidson Club. Saat mendarat rata-rata terbalut jeans biasa (bukan yang robek-robek) sehingga terlihat seperti "orang biasa" juga. Namun begitu, mengenakan jaket kulit, memakai helm gaya penerbang tahun 40-an, plus kacamata gelap, ia menjadi paduan yang sangat stylish dengan scooter yang sudah mengalami sentuhan artistik dan personalize.
"Kami memang disatukan oleh kegemaran terhadap style Vespa," tutur Rahmat Mulya, pendiri serta dedengkot PCI seraya menyebut satu-per satu atribut brand asal Italia yang mulanya memproduksi pesawat terbang itu: iconic, legendaris, klasik, art, historic, bahkan lifestyle fashion. Mix menemui ketua umum PCI tersebut di "Republic Scooter" beberapa minggu setelah event di Mal Taman Anggrek. Sesuai namanya, kafe mungil itu adalah markas informal tempat anggota PCI biasa berkumpul. Pemiliknya pun anggota PCI. Maka tidak mengherankan kalau ruangan di sebelah kafe dijadikan outlet yang menyediakan pernak-pernik asesoris Vespa. Di luar itu mereka juga memiliki sekretariat resmi yang terletak di Jl Fatmawati, menyatu dengan kantor pusat penjualan Piaggio.
Siang itu Memet—begitu panggilan slank Rahmat Mulya—datang dengan atribut komplet sebagai penggemar scooter sejati. Di usianya yang mendekati kepala empat, gaya sportif pria itu makin enak dilihat saat bertengger di atas Vespa type GTV yang dikendarainya. Unik kendati tidak terlalu modis.
Kesamaan seleralah yang nyatanya mampu menyatukan lebih dari 125 orang anggota PCI. Komunitas itu dibentuk pertengahan Juli 2005 beranggotakan pemilik berbagai varian model scooter Piaggio yang diimpor secara CBU seperti Vespa ET, Vespa LX, Vespa PX, vespa Corsa, Vespa GT, Vespa GTV, Piaggio DNA, Piaggio Liberty, Piaggio Fly, Piaggio X9, dan Piaggio MP3 keluaran mulai tahun 1990 sampai sekarang. Usianya pun sangat beragam. Dari anak SMA sampai pensiunan.
Mereka rutin berkumpul dengan scooter kebanggaan masing-masing. Acaranya sekadar makan bubur ayam di Minggu pagi. Dan isi obrolan mereka bisa dipastikan tak jauh-jauh seputar dunia scooter. Mereka antusias bertukar informasi mengenai asesoris motor, apalagi jika ada kabar produk baru segera masuk. Tak jarang pula scooter itu beredar kepemilikan di antara para anggota komunitas. Selain itu mereka memiliki agenda rutin tahunan seperti touring ke berbagai kota, bakti sosial, sampai rally.
Loyalitas dan fanatisme inilah yang dilirik oleh Sun Motor segera setelah ATPM ini mengambil alih distribusi Piaggio dari Dan Motor (grup Danapaint) pada pertengahan 2007. Sejak dua tahun lalu Sun Motor memang menjadi pemegang lisensi Piaggio Build Up (full impor). Sejak saat itu pula ATPM melihat komunitas memiliki potensi tersendiri untuk mendukung strategi bisnis mereka.
Saat mengendarai Vespa (apalagi kalau beramai-ramai) secara otomatis mereka berperan sebagai endorser yang mempromosikan dan lebih mempopulerkan produk. Modifikasi motor yang mereka lakukan juga mampu membuat orang lebih tertarik. Maklum saja sebelum pengambilalihan oleh Sun Motor produk Piaggio Indonesia acapkali kosong selama beberapa tahun. Walhasil, saat ini Sun Motor harus mulai pengenalan dan edisi produk dari awal lagi.
Dalam hal ini para anggota PCI ini bisa menjadi agen word of mouth yang efektif. Tidak hanya terhadap sesama teman (yang sudah menjadi existing customer Piaggio), anggota PCI juga cenderung mempengaruhi orang lain yang belum memakai Vespa untuk mencobanya.
Secara arus kas, Nugroho Tjandrakusuma, Direktur Sun Motor, yang kemudian diangkat sebagai pembina PCI, mengakui anggota PCI memberikan sumbangan yang cukup signifikan terhadap penjualan. Sekadar contoh, dari 40 unit Vespa GTV 250 yang didatangkan Sun Motor tahun lalu, nyaris setengahnya dibeli oleh anggota PCI. Varian ini merupakan replika GT60 yang oleh pabriknya di Italia hanya diproduksi sebanyak 999 buah.
Lantaran permintaan masih mengalir, Piaggio akhirnya mengeluarkan replikanya dan Sun Motor Indonesia mendapat jatah tidak sampai 50 buah. Beberapa bulan lalu Sun kembali mendapat kiriman 6 buah, namun hanya sekejap langsung tandas.
Secara overall, Nugroho memprediksi kontribusi penjualan dari anggota PCI mencapai 10% selama 2007. Memang tidak terlalu besar lantaran jenis produk yang mereka kehendaki biasanya varian-varian yang tidak massal dan lebih stylish dengan kisaran harga Rp 44 juta sampai sekitar Rp 80-an juta. Misalnya LX 150 (Rp 44 juta), GT200L (Rp 59 juta), VXR (Rp 66 juta), GTV250 (Rp 82 juta), bahkan MP3 (scooter roda 3 Rp 110 juta).
Beberapa kali ATPM juga sengaja memasukkan suatu varian berdasarkan permintaan anggota PCI. Lantaran seringnya mereka berkumpul dan intensitas hubungan yang cukup erat dengan pihak ATPM, anggota PCI biasanya memang paling awal mendapat kabar masuknya suatu varian baru dari Piaggio, bahkan untuk Piaggio yang tidak diprioritaskan masuk ke Indonesia.
Saat ini penjualan Piaggio terbesar masih didominasi oleh Fly 125, scooter matic seharga sekitar Rp 24 jutaan. Produk yang menyasar segmen yang lebih masal ini harus diakui mampu menggerakkan pertumbuhan. Sekadar informasi, selama 2007 penjualan scooter Piaggio baru mencapai 360 unit, namun Nugroho optimistis tahun ini mereka bisa menjual sampai 800 unit.
Dibandingkan dengan komunitas motor lain yang dibentuk oleh perusahaan, Nugroho menilai PCI memiliki keunggulan karena terbentuk sendiri dari konsumen. "Yang belong to the club adalah orang yang punya kesamaan hoby dan bisa saja mulainya antar teman yang mungkin rumahnya berdekatan. Makanya kebersamaan mereka lebih erat," ujarnya.
Kondisi ini, masih ujar Nugroho beda dengan club yang di-set up oleh perusahaan. Secara kuantitas, anggota klub organik seperti ini bisa sangat banyak—karena berasal dari konsumen umum. Namun profil membership seperti ini lebih sukar di-set up kebersamaannya. "Jadi tidak serapat kalau tumbuh dari kemauan konsumen sendiri," tambahnya. Begitupun secara reguler, kepada setiap customer yang membeli Piaggio ATPM selalu menawarkan kalau-kalau mereka berminat untuk gabung dengan PCI.
Lalu apa imbal balik kerjasama yang ditawarkan ATPM kepada PCI? Selain menyediakan tempat untuk sekretariat club, Sun Motor juga memberi kompensasi kepada setiap anggota PCI berupa diskon 5% untuk biaya service after sales. Diskon tambahan juga diberikan untuk pembelian setiap unit produk. Selain itu ATPM juga berkomitmen memberikan dukungan dalam setiap event yang diadakan PCI. Untuk event touring misalnya, selain berbentuk dukungan pendanaan dan barang (seperti kaos), ATPM juga selalu menyediakan tim service dan mekanik untuk mengawal perjalanan rombongan. Dana untuk keperluan ini oleh ATPM diambilkan dari budged promosi.
Bentuk kerjasama lain yang saling menguntungkan juga terlihat dari kesertaan PCI dalam event-event pameran yang diadakan oleh ATPM. Contohnya saja dalam pameran Piaggio yang diadakan pertengahan Juni di Pasific Place . Dalam acara itu PCI diberi space khusus untuk memajang produk-produk hasil modifikasi anggota. Bagi PCI kesempatan ini menjadi ajang publikasi kreatifitas club yang menguntungkan. Sebaliknya bagi ATPM, secara public relation kesertaan PCI memberi nilai tambah karena terbantu dengan display motor-motor mereka yang sudah termodivikasi. "Jadi lebih menarik audience kan ," tambah Nugroho.
Sumber : (http://mix.co.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar