Jumat, 01 Oktober 2010

SYARIAH MARKETING


Dikotomi bank konvensional dan bank syariah belakangan ini relatif meredah dan pasar secara umum mulai dapat menerima keduanya sebagai sarana mediasi berbagai kegiatan ekonomi. Namun demikian, eksistensi bank syariah belum secemerlang bank konvensional, hal ini dapat dilihat dari lambatnya pertumbuhan pangsa pasar (market share) perbankan syariah. Pada tahun 2008, BI menargetkan market share bank syariah sebesar 5% tetapi sampai sekarang pencapainnya baru pada angka 2,78% dan diharapkan dipenghujung 2010 berada diposisi 3%. Bandingkan dengan Malaysia yang telah mencapai 10% sedangkan negara-negara Timur Tengah mencatat angka 20%.
Secara demografi, potensi pasar syariah Indonesia sangat besar yakni sekitar 200 juta sedangkan untuk Sulawesi Selatan dan kota Makassar masing-masing diperkirakan sebanyak 6,4 juta dan 2,06 juta orang. Berdasarkan fakta ini, terasa adanya sesuatu yang kontradiktif! Kontradiksinya karena ukuran pasar (market size) yang melingkupi perbankan syariah besar tetapi perolehan market share-nya tetap kecil meskipun penyelenggara jasa keuangan syariah terus bertambah dari tahun ke tahun. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan, “kenapa penetrasi jasa keuangan syariah di tanah air bergerak lambat dibandingkan jasa keuangan lainnya?”
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, banyak pihak telah melakukan kajian dalam berbagai aspek termasuk unsur marketing-nya. Terminologi dan praktek marketing dalam bidang apapun secara prinsip sama saja baik pada level strategis maupun tataran taktis. Jadi istilah Syariah Marketing bukanlah sebuah disiplin marketing yang baru melainkan aplikasi marketing dengan segmen pasar yang berbasis demografi (umat Islam) dengan landasan operasional yang islami. Beberapa pihak mencoba membedakan pasar bank konvensional dan bank syariah dengan kategori rational market dan emotional market. Kategorisasi seperti ini boleh dan sah-sah saja, namun sesungguhnya tidak persis demikian, karena semua segmen pasar mengandung unsur rasional dan emosional sekaligus. Produk (barang / jasa) yang mengasosiasikan dirinya sebagai emotional product / company semestinya telah mampu memenuhi semua elemen rasional (augmented level) sebuah kelompok barang / jasa, minimal QCD-nya (Quality, Cost & Delivery) sama dengan standar industri dimana mereka berada.
Secara alami, lembaga keuangan syariah memiliki keunggulan komparatif dibanding lembaga keuangan konvensional. Fatwa MUI tentang haramnya bunga bank dan populasi umat Islam yang besar semestinya menjadi Enabler (faktor yang pemampu) pertumbuhan serta driver bagi sustainability mereka. Tetapi itu saja belum cukup, praktek syariah marketing mutlak mengikuti muamalah Islam, namun juga harus tetap fokus terhadap market insight khususnya yang berkaitan dengan dinamika kompetisi dan prilaku pelanggan. Determinan utama pelanggan dalam menentukan pilihan pembelian tetap mengacu pada total nilai (value) atau manfaat yang diperoleh dari produk terkait. Sisi rasional jasa keuangan seperti tingkat keuntungan, keamanan investasi, kualitas layanan, kemudahan akses dan atribut sejenis lainnya perlu perhatian dan inovasi yang kontinyu dari penyedia jasa keuangan syariah. Pada konteks yang lain, mereka juga harus aktif mempengaruhi pasar untuk menggeser mindset masyarakat yang sudah terlanjur akrab dengan istilah bunga, deposito / giro, tabungan, KPR / KPM dan lain-lain. Awareness keuangan syariah ditengah masyarakat sudah cukup baik, langkah selanjutnya adalah bagaimana melakukan komunikasi yang memvisualisasikan benefit rasional yang setara atau melampaui lembaga keuangan konvensional dan disertai asosiasi (positioning) bernilai religious.
Untuk meningkatkan penetrasi dan market share keuangan syariah, pengelola dapat melakukan beberapa kegiatan berupa : Pertama masuk ke pasar konvensional dan mengakuisisi pelanggan mereka dengan memberi manfaat rasional yang lebih baik. Kedua komunikasi pemasaran diarahkan untuk membangun asosiasi yang bernilai spiritual dengan menyentuh titik-titik emosional konsumen. Ketiga memperluas titik kontak dengan calon konsumen untuk menstimulasi ketertarikan (interest) yang menimbulkan trial dan relationship. Keempat memperbanyak influencer (Public Figure) yang bisa me-leverage merek produk syariah dikalangan massanya dan memicu adanya brand switching. Selain itu, para marketer syariah sepatutnya telah menjiwai etika dagang Rasulullah yakni : jujur dan benar, amanah (terpercaya), cerdas dan bijaksana serta komunikatif yang faktual. Sukses untuk bisnis Anda, salam marketing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar