
Kata orang bisnis makanan adalah bisnis yang tidak ada matinya, alias terus maju dan berkembang. Ungkapan ini sangat wajar dan logis, sepanjang ada kehidupan manusia selama itu pula ada sekelompok orang yang memerlukan makanan dan minuman. Karena ada yang butuh (demand), maka otomatis harus ada yang menyediakan (supply). Inilah pangkal kesempatan munculnya usaha makanan. Sebagai kota metropolitan dengan penghuni sekitar 1,5 juta jiwa, Makassar tentu menjadi lahan subur tumbuhnya berbagai bisnis kuliner baik tradisional, modern, lokal, nasional maupun global. Hampir setiap minggu ada saja warung / rumah makan, restoran atau café baru yang dibuka. Situasi ini tentu memperbanyak opsi pilihan bagi konsumen sekaligus meningkatkan kompetisi para pengelolanya. Kompetisi dalam bisnis apapun, selalu melahirkan pemenang dan menyisahkan pihak yang kalah. Agar tetap eksis dan bertahan hidup (survive) serta menguntungkan, bisnis kuliner memerlukan sentuhan marketing yang aktual, relevan dan tepat.
Menjual makanan relatif sederhana tetapi bukan berarti gampang untuk meraih sukses. Bahan baku, resep makanan dan juru masak (koki) serta karyawan mungkin bisa didapatkan dengan mudah jika memiliki modal. Namun hal yang sulit dilakukan adalah meracik masakan yang pas kemudian menyelaraskan dengan selera (taste) sebagian besar masyarakat dan menciptakan pelayanan (service) yang mampu memuaskan konsumen. Banyak orang yang menuntut dilayani dengan baik tetapi hanya sedikit orang yang bersedia melayani secara baik. Pelayanan yang baik harus dibangun dari dalam organisasi yang dimulai dari pemilik / pengelola usaha, lingkungan keluarga hingga seluruh karyawan.
Budaya melayani (service cultures) perlu ditanamkan dan dicontohkan dalam interaksi sehari-hari di internal perusahaan. Konsepnya tidak mesti terlalu textbook dan modern, cukup 4S dan 1T saja, yaitu Senyum, Salam, Sapa, Solusi dan Terima kasih. Semua karyawan mutlak memiliki sikap ramah tamah dan murah senyum kepada setiap orang, khususnya pengunjung dan konsumen. Setelah tersenyum, konsumen tentu perlu disalami dengan ucapan selamat pagi / siang atau malam tergantung situasinya. Ucapan salam agar diikuti dengan gerakan tubuh (body language) yang sesuai sehingga tampak alami dan tidak terkesan dipaksakan. Antarkan tamu hingga memperoleh tempat dan jangan biarkan mereka bingung menunggu, segera berikan sapaan yang akrab dan sampaikan informasi menu / harga yang diperlukan. Bila pesanan lama atau terlambat, jangan ragu-ragu meminta maaf dengan disertai alasan yang logis. Jika ada komplain, hadapilah dengan empati yang sepantasnya. Kemudian ketika konsumen pulang dan mengakhiri kunjungannya, jangan pernah lupa ucapan terima kasih yang tulus kepada mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar