Sabtu, 01 Januari 2011

KULINER LOKAL, PASAR NASIONAL


Masih ingat pisang Ijo? Iya, pisang ijo adalah salah satu kuliner khas masyarakat Bugis Makassar. Meskipun popularitasnya di Makassar tidak setenar kuliner lokal lainnya seperti Konro, Coto, Pallu Basa dan lain-lain, tetapi eksistensinya dipentas nasional patut diperhitungkan. Memang disejumlah kota besar misalnya Jakarta, Bandung dan beberapa lainnya kita bisa menemukan Konro maupun Coto Makassar, tetapi masih merupakan produk massal yang bersifat generik dan tidak memiliki keunikan atau diferensiasi yang signifikan. Semuanya relatif serupa, yakni masakan kategori sop dengan bahan dasar daging, dijual dimanapun dan oleh siapapun nyaris sama saja baik rasa, varian, tempat, harga maupun penyajiannya.
Produk yang dijual dengan model semacam ini disebut sebagai komoditas, tidak memiliki keunggulan bersaing, kelangsungan hidupnya sangat bergantung pada hukum permintaan dan penawaran pasar, contohnya adalah Roti Maros. Produk ini sempat booming dan dijual disepanjang jalan utama kota Maros, namun belakangan ini redup dan hanya menyisakan segelintir produsen saja. Untuk menata daya saing kuliner lokal, diperlukan pengelolaan content (apa yang dijual), context (bagaimana menjualnya) dan enabler (perangkat / sistem penjualan) produk secara terintegrasi. Sebagai ilustrasi pembelajaran, mari kita kembali ke Pisang Ijo. Makanan ini belakangan cukup popular di pentas nasional dan menjadi model bisnis kuliner lokal yang telah diwaralabakan dengan nama JustMine Pisang Ijo.
Pemilik merek adalah Riezka Rahmatiana, wanita yang berdomisili di Bandung dan kelahiran Mataram 24 tahun yang lalu. Meskipun dia waktu itu belum pernah ke Makassar tetapi dia meyakini bahwa pisang Ijo adalah makanan tradisional yang memiliki potensi ekonomi dan content yang unik serta bahan baku yang mudah diperoleh. Dengan ketekunan yang tinggi, dia mencoba beberapa resep dan varian adonan masakan pisang ijo. Berkat usaha yang gigih, dia akhirnya berhasil membuat pisang ijo dengan aneka rasa, yaitu pisang ijo rasa stroberi, durian, vanilla dan coklat. Sajian pisang ijo ini semakin lezat dengan siraman cairan fla yang gurih disertai es batu dan serutan keju serta mesis coklat.
Untuk melindungi usaha dan berbagai jerih payah yang telah ia lakukan, Riezka mematenkan pisang ijo buatannya dengan merek JustMine Pisang Ijo serta sekaligus menentukan pola bisnisnya secara waralaba dengan 2 pola investasi kemitraan yaitu paket A (Rp 6,5 juta) dan paket B (Rp 25 juta). Sukses membesarkan JustMine Pisang Ijo dengan ratusan buah outlet di sejumlah kota khususnya Jawa Barat dan DKI mengantarkan Riezka menjadi finalis tingkat nasional wirausaha muda mandiri 2008.
Belajar dari kasus pisang Ijo dan roti Maros, kita menemukan beberapa local wisdoms : Pertama, bahwa kuliner lokal memiliki potensi untuk tumbuh dan menembus pasar nasional, tidak hanya berkutat di daerah asalnya. Intinya, content harus unik dan terus dikembangkan melalui inovasi yang kontinyu, pantang menyerah dan dengan cara yang kreatif. Kedua, metode penawaran produk (context) memerlukan perbaikan dari waktu ke waktu. Budaya pelayanan pelanggan agar terus dibenahi, minimal telah menerapkan konsep senyum, sapa, servis dan salam. Ketiga, secara bertahap mengadopsi perangkat dan sistem penjualan yang lebih maju, outlet yang tertata baik, tampilan karyawan yang rapi (jika memungkin menggunakan seragam) dan suasana lokasi yang segar dan legah. Semua ini penting dan mendesak dilakukan agar kuliner khas Bugis Makassar mampu bersaing, bertuan di daerah sendiri, terlindungi secara legal (memiliki hak paten) dan berkiprah di kancah (pasar) nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar