
Memasarkan jasa pendidikan agak berbeda dengan produk kebanyakan, karena pendidikan dipersepsi sebagai service obligation pemerintah kepada rakyatnya terutama pendidikan dasar dan menengah, sehingga biayanya harus murah atau gratis sama sekali. Stigma masyarakat bahwa institusi pendidikan adalah non profit organization tentu menjadi tantangan yang berat bagi pihak penyelenggara, khususnya sektor swasta atau pihak ketiga. Walaupun tarik menarik opini antara profit dan non profit terus berlangsung, namun fakta di sekitar kita menunjukkan bahwa biaya pendidikan terus membubung tinggi dan tidak bisa lagi disebut murah alias sudah mahal. Sekolah swasta tertentu di sejumlah kota besar sudah mematok tarif jutaan hingga puluhan juta Rupiah untuk berbagai item pembayaran, mulai dari biaya PSB (Penerimaan Siswa Baru), SPP, pakaian seragam, uang pembangunan dan sebagainya.
Meskipun dunia pendidikan belakangan cenderung komersil, tetapi praktek dan proses pemasaran yang digunakan umumnya relatif sederhana dan terbatas. Entah karena masih baru atau dianggap tabuh, kebanyakan lembaga pendidikan (dalam negeri) belum memanfaatkan ilmu pemasaran secara optimal untuk menjangkau pasar dan stakeholders mereka. Kegiatan pemasaran yang lazim digunakan adalah iklan, spanduk, poster dan referensi alumni serta word of mouth (WOM). Materi komunikasi terbatas pada informasi akademis khususnya yang berkaitan dengan penerimaan siswa / mahasiswa baru atau event yang bersifat insidentil.
Manajemen pemasaran pendidikan yang lebih profesional, dapat kita temukan pada penawaran sekolah / kuliah luar negeri. Mereka tidak saja menggunakan promosi tradisional seperti iklan, poster, baliho dan sejenisnya. Tetapi juga sudah merambah online marketing melalui website, blog, social media dan milist group. Selain eksis virtual di internet, mereka juga hadir di negara-negara pasar tujuan secara langsung maupun melalui lembaga afiliasi atau pihak ketiga. Dengan demikian mereka bebas berdialog interaktif dengan calon peserta dan memberi informasi yang komprehensif tentang sistem dan keunggulan produk yang ditawarkan.
Unique Selling Proposition (USP) menonjol yang dimiliki oleh lembaga afiliasi atau representasi pendidikan luar negeri yang hadir di tanah air adalah kemampuan melakukan kustemisasi produk dalam bentuk paket-paket program yang dapat dipilih secara partial sesuai kebutuhan maupun paket lengkap (full service). Variasi paket-paket produk tersebut meliputi : tes bakat dan minat, konsultasi pemilihan sekolah, pendaftaran sekolah, document translation, preparatory program, TOEFL test, pengurusan visa, orientasi budaya, keberangkatan / penjemputan, homestay program dan beasiswa, bahkan pekerjaan paruh waktu. Layanan jasa seperti ini ditawarkan oleh lembaga seperti Interlink Education Service, Edulink, Alfalink dan lainnya.
Pendidikan sebagai sebuah industri tentu berkembang dinamis dan semakin kompetitif, sehingga memerlukan sentuhan ilmu marketing yang komprehensif. Memasarkan pendidikan tidak hanya sekedar promosi melalui iklan tetapi juga membutuhkan inovasi produk dengan harga yang makin terjangkau dan cakupan distribusi yang luas serta reputasi (brand) alumni yang bonafid. Penyelenggara institusi pendidikan harus mampu menghilangkan kecemasan-kecemasan (anxieties) orang tua, khususnya yang berkaitan dengan kualitas dan integritas alumni. Kemudian menyakini bahwa alumninya dapat diserap oleh kalangan industri, sehingga hasrat (desires) calon peserta untuk menempuh pendidikan pada institusi tersebut meningkat . Alumni bukan cuma sekedar memperoleh ijasah tetapi eksis sebagai insan yang berdedikasi dengan kompetensi memadai sesuai kebutuhan pasar tenaga kerja. Bukankah alasan sebagian besar orang memilih lembaga pendidikan berkaitan dengan status sosial (gengsi), kualitas alumni, kemudahan mendapatkan pekerjaan, gaji yang lebih besar, pengembangan karakter dan menjalin hubungan bisnis (networking).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar